Rabu, 26 November 2008

Kekuatan DPR Tak Sebesar yang Dibayangkan

Hakamnaja.blogspot.com --- Semua pihak menyangka bahwa kekuatan DPR sangat besar dan bahwa hampir semua kebijakan pemerintah, DPR lah institusi yang mempunyai kekuatan untuk merubah dan mengendalikan kebijakan tersebut. Namun sebenarnya kekuatan yang dimiliki oleh DPR jauh lebih kecil dari kekuatan pemerintah.

“Dalam penentuan anggaran misalnya, pemerintah justru memiliki kekuatan riil. Kalau Dewan hanya terlibat dalam penentuan kebijakan anggaran makro, sementara pemerintah yang mengeksekusi sekaligus menentukan detail anggaran. Dengan itu, tidak dapat dikatakan DPR mempunyai kekuatan yang powerfull,” tutut A Hakam Naja anggota DPR RI dari Fraksi PAN dalam diskusi Forum Alumni Pelajar Islam Indonesia (FA PII) di Kantata Research, Kalibata Indah, Selasa (25/11/2008).

Bahkan anehnya, ada sebagian pihak yang menilai, setelah era reformasi bergulir satu dekade, tampak banyak perubahan di segala bidang, termasuk pada institusi legislatif. Perubahan pada institusi tersebut, adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sangat mencolok di depan mata. “Yang dijadikan sandaran justru kevokalan yang dimiliki oleh anggoata Dewan yang lantang dan menakutkan,” tuturnya.

Wakil Ketua Komisi 8 DPR RI ini justru menilai, sebagian besar anggota Dewan masih lemah. “Mayoritas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak mau mencari dan mengolah informasi sehingga mereka terkesan "asbun" (asal bunyi) bila menanggapi suatu persoalan,” jelasnya.

Sehingga, karena minimnya kemampuan mengelola dan mengolah informasi, sering anggota DPR tidak mampu menandingi mitra kerjanya dari birokrasi yang sangat berpengalaman di bidangnya. "Anggota DPR itu harus kuat dan cerdas. Namun, hal itu belum bisa terwujud karena kemampuan mengelola atau mengolah data informasi masih sangat lemah. Padahal, DPR yang kuat akan sangat bergantung pada kemampuan anggota DPR menguasai masalah," katanya.

Dalam diskusi yang dihadiri caleg dari Partai Gerindra Fami Fachrudin dan caleg dari PDIP Budiman Sujatmiko itu, Hakam juga menandaskan, setiap anggota DPR berada dalam komisi yang membidangi masalah tertentu. Komisi memiliki mitra kerja dengan instansi pemerintah. Setiap masa sidang, komisi mengadakan rapat dengan mitra kerjanya.

Dalam rapat tersebut, anggota DPR berhadapan langsung dengan pejabat atau birokrat yang berpengalaman mengelola bidangnya selama puluhan tahun. “Pengalaman menangani tugas selama puluhan tahun menjadikan birokrat atau pejabat sangat memahami masalah yang ditanganinya,” tandasnya. (hn.bs)

Selasa, 25 November 2008

Anggaran Pendidikan 2008 Malah Turun

Jakarta, Pelita --- Meski didemo terus-menerus oleh para guru, anggaran pendidikan ternyata bukan malah naik, tapi justru mengalami penurunan dalam APBN 2008, dari 11,8 persen dalam APBN 2007 menjadi 9,8 persen dalam APBN 2008.

Kekhawatiran itu disampaikan anggota Komisi X (bidang pendidikan) dari Fraksi PKS DPR Dra Aan Rohanah, Lc, MAg di Jakarta, Minggu (22/7), berdasarkan perkembangan dalam RAPBN 2008.

UU No 18/2007 tentang APBN tahun anggaran 2007 hanya mengalokasikan anggaran sektor pendidikan sebesar Rp 43,498 triliun. Jumlah itu hanya 11,8 persen dari total anggaran APBN 2007 yang besarnya mencapai Rp 763,6 triliun.
Angka tersebut tidak sesuai dengan target alokasi anggaran pendidikan tahun 2007, yaitu sebesar 14,7 persen.

Alokasi anggaran sebesar itu belum sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 31 bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD. Ironisnya, anggaran pendidikan dalam RAPBN 2008 justru mungkin bisa turun dibanding anggaran tahun 2007 sebesar 11,8 persen yang memang belum sesuai dengan amanat konstitusi.

Anggota Panitia Anggaran DPR ini mengemukakan, bagaimana mungkin mau menyelenggarakan pendidikan berkualitas, menyejahterakan guru, dan memajukan dunia pendidikan, jika persoalan anggaran belum bisa dipenuhi.

Mustahil sekali bila kita bisa mencerdaskan bangsa melalui pendidikan berkualitas dan memiliki daya saing. Sebaliknya, rakyat akan berada dalam kebodohan dan keterbelakangan serta sulit bisa bersaing dalam percaturan global, katanya.

Untuk memenuhi anggaran pendidikan hingga 20 persen dari APBN dan APBD diluar gaji dan pendidikan kedinasan sebenarnya telah ada kesepakatan antara Komisi X dengan tujuh menteri, yaitu Menko Kesra, Mendiknas, Mendagri, Menneg-PAN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Agama, dan Menkeu pada Raker 4 Juli 2005.

Kesimpulan Raker itu adalah rentang kenaikan anggaran pendidikan yang telah disepakati adalah 6,6 persen pada 2004, menjadi 9,3 persen tahun 2005 kemudian menjadi 12 persen pada 2006 dan 14,7 untuk tahun 2007. Selanjutnya tahun 2008 sebesar 17,4 persen, dan 20,1 persen tahun 2009.

Tetapi mengapa untuk RAPBN 2008 ini hanya 9,8 persen yang mestinya sebesar 17,4 persen dari total APBN, katanya.

Aan mengemukakan, selain UUD 1945, UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 49 Ayat (1) menegaskan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD. Karena itu, dibutuhkan adanya kesadaran politik dari elit politik penentu kebijakan di negeri ini untuk merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen, khususnya ada political will dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dia mengkhawatirkan jika benar anggaran pendidikan dalam RAPBN 2008 turun maka akan berakibat buruk pada penyelenggaraan pendidikan. Padahal pemerintah telah menargetkan untuk menuntaskan Wajib Belajar (Wajar) Sembilan Tahun pada 2008 meningkatkan kesejahteraan guru. (ant/jon)

Paskah Suzetta Bantah Pernyataan Hamka Yandhu 2 Menteri Terancam Diganti

JAKARTA, (PR).- Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum, terkait dugaan adanya dua menteri yang menerima aliran dana Bank Indonesia (BI). Keduanya akan digeser, jika pengadilan menetapkan mereka terlibat.

"Kalau menteri itu kemudian di pengadilan terbukti, pasti kena juga. Undang-undangnya berbunyi seperti itu. Kalau mempunyai indikasi seperti itu, kita selalu punya syarat informal dan formal," ujar Wapres Jusuf Kalla (JK), saat menggelar jumpa pers di rumah dinasnya, Jln. Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (30/7).

Sehari sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga mengemukakan hal senada. SBY menyerahkan kasus dua menterinya yang diduga menerima aliran dana BI kepada fakta hukum. Hal itu dikemukakan Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng di kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa (29/7).

Menurut JK, pemerintah tidak akan menghalangi proses penyelidikan. Pemerintah akan berbesar hati jika memang kedua menteri tersebut terbukti menerima uang.

Seperti diketahui, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Senin (28/7), anggota DPR dari FPG Hamka Yandhu menyebut semua anggota Komisi IX DPR menikmati aliran dana BI, termasuk Paskah Suzetta yang menerima Rp 1 miliar dan MS Ka’ban menerima Rp 300 juta. Paskah saat ini menjabat sebagai Menteri Negara (Meneg) Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, dan Ka’ban menjabat sebagai Menteri Kehutanan.

Tak bersalah

Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta menyatakan, dirinya yakin tidak bersalah terkait pernyataan Hamka Yandhu. "Ini keyakinan hati saya, tetapi itu semua tergantung pada pengadilan. Saya akan tunduk terhadap proses peradilan, kalau saya dinyatakan bersalah," katanya.

Dia menjelaskan, pihaknya tidak akan melakukan pembelaan diri dengan bantahan-bantahan di luar pengadilan, untuk menghormati proses peradilan yang tengah berlangsung.

"Karena saya sebagai pejabat publik hari ini, bukan sebagai mantan anggota Komisi IX, saya mengimbau masyarakat tidak dulu menghakimi saya, dan sebaiknya menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah," ujarnya dalam konferensi pers di gedung Bappenas.

Sebelumnya, Menhut M.S. Ka’ban juga sudah menyatakan bantahannya bahwa dia tidak menerima dana seperti disebutkan Hamka Yandhu.

Diungkapkan Paskah, masalah itu tidak sampai mengganggu kinerjanya maupun kinerja Bappenas secara keseluruhan, seperti dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2009 dan Rencana Pemerintah Jangka Panjang (RPJP) 2009-2014.

"Keluarga memang mempertanyakan, tetapi putra putri saya sudah besar sehingga sudah paham apa yang terjadi pada pejabat publik sekarang. Ini risiko pejabat publik," katanya.

Bantahan juga dikemukakan anggota Komisi IX dari Fraksi Reformasi Abdul Hakam Naja. Dalam release yang diterima "PR" semalam, Hakam menegaskan dia tak pernah menerima uang Rp 250 juta terkait aliran dana BI.

"Sebagai anggota Komisi IX dari Fraksi Reformasi yang memiliki komitmen pada pemberantasan korupsi, saya tidak memiliki kaitan apa pun dengan kasus aliran dana Bank Indonesia tersebut," tuturnya.

Terancam diganti

Sementara itu, JK yang juga sebagai Ketua Umum Partai Golkar mengemukakan, 14 anggota FPG DPR periode 1999-2004 yang diduga menikmati aliran dana BI ke DPR, akan diganti jika pengadilan memutuskan bersalah.

"Ada 50 orang. Semua partai ada di situ. Golkar akan otomatis. Seluruh anggota Golkar di DPR akan diganti," ujarnya.

Menurut JK, Golkar menyerahkan sepenuhnya ke pengadilan. Golkar juga tidak akan menutup-nutupi apa pun putusan pengadilan.

JK menegaskan, calon legislator dari Golkar harus memenuhi dua syarat terpenting, yaitu selalu bersih dari kasus hukum dan mempunyai surat kelakuan baik.

"Orang terkena itu susah mendapatkan surat kelakuan baik. Selain syarat internal partai, syarat pemilu juga tidak bisa untuk orang seperti itu, kalau punya cacat," tutur Wapres.

Hal yang sama dikemukakan Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono. Menurut dia, kader Partai Golkar yang terlibat kasus aliran dana BI ke DPR akan dicoret dari daftar caleg 2009. Golkar tidak akan mencalonkan orang-orang yang bermasalah itu.

"Daftar calon itu sangat penting dan menjadi dokumen untuk memenangkan pemilu, sehingga kita harus hati-hati. Salah satu syaratnya caleg harus populer di dapil masing-masing, tetapi mereka juga harus punya kompetensi dan tidak punya potensi masalah hukum," ujarnya.

Agung yang juga Ketua DPR itu mengaku, dia telah menyampaikan usulan itu kepada DPP Partai Golkar. Pada intinya, kader Partai Golkar yang punya masalah hukum jangan masuk daftar caleg 2009. "Tetapi, soal nama-namanya nanti saja, saya tidak beri tahu sekarang," katanya.

Hal senada juga dikemukakan pendiri PAN Amien Rais. Dia berjanji tidak akan membela anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang terlibat skandal aliran dana BI. Pendiri PAN ini meminta agar FPAN tidak melindungi anggota yang terbukti bersalah.

"Silakan diproses sesuai dengan hukum jika benar-benar terbukti," tutur Amien Rais di Surabaya.

Amien juga meminta PAN menghormati proses hukum yang sedang berjalan. "Fraksi PAN tidak perlu menutup-nutupi atau membela bila memang terbukti," ujar mantan Ketua MPR ini.

Agung akan memanggil pimpinan Badan Kehormatan (BK) DPR untuk membahas tindak lanjut dari kasus 52 orang eks anggota Komisi IX DPR yang menerima aliran dana dari BI, terutama yang masih aktif di DPR periode ini.

Menurut Agung, masalah ini sudah sangat meresahkan karena menyangkut hampir semua fraksi yang ada di DPR. (A-75/A-78/A-109/Dtc)***

http://newspaper.pikiran-rakyat.co.id/prprint.php?mib=beritadetail&id=25480
newspaper.pikiran-rakyat.co.id

DPR Minta BK Usut Pengakuan Hamka Yamdhu

JAKARTA -- Kasus aliran dana Bank Indonesia ke sejumlah anggota DPR terus bergulir. Ketua DPR Agung Laksono meminta Badan Kehormatan (BK) DPR segera menyikapi pengakuan anggota DPR Hamka Yamdhu, yang menjadi tersangka dugaan penyelewengan dana Bank Indonesia (BI) pada 2003, bahwa sebanyak 52 anggota DPR periode 1999-2004 telah menerima aliran dana BI tersebut.

''Saya minta Badan Kehormatan DPR untuk segera menyikapi hal ini. Saya akan segera bertemu pimpinan BK DPR untuk membahas masalah ini,'' kata Agung di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Senin (28/7), mantan anggota Komisi IX DPR Hamka Yamdhu membeberkan aliran dana BI sebesar Rp 100 miliar yang dibagikan kepada 52 anggota DPR periode 1999-2004.

Agung Laksono mengatakan, sebenarnya nama-nama itu sudah lama beredar dan selama ini baru dugaan. Namun, dengan diungkapkan kembali oleh Hamka Yamdhu dalam kesaksian di Pengadilan Tipikor, maka masalah ini tampaknya semakin serius. ''Masalah ini memang mengganggu citra DPR tetapi sepenuhnya DPR mendukung langkah KPK agar persoalan ini dapat dituntaskan secara hukum.''

Ia tidak menutup kemungkinan sanksi bagi anggota DPR aktif yang disebut-sebut menerima uang ratusan juta rupiah hingga miliaran rupiah dinonaktifkan.

Wakil Ketua BK, Gayus Lumbuun, menegaskan pihaknya masih berpegang pada kode etik anggota DPR untuk menyikapi kasus ini. Itu artinya, BK baru menjatuhkan sanksi ketika sudah ada putusan hukum tetap. Ia juga tetap mengatakan BK masih bersikap pasif dalam menyelidiki kasus-kasus yang menimpa anggota DPR.

Sementara itu, satu persatu anggota DPR yang dituding menerima uang membantah. Mantan anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR periode 1999-2004 Engelina Pattiasina merasa namanya telah dicemarkan terkait tudingan itu. ''Ini jelas pencemaran nama baik. Saya sangat marah begitu tahu nama saya disebut-sebut, padahal ini sesuatu yang saya sama sekali tidak tahu,'' kata Engelina.

Menurut Engelina yang telah hengkang dari PDIP, dirinya sedang berusaha menghubungi Hamka Yamdhu maupun Dudhie Murod (anggota Fraksi PDIP), yang disebut Hamka sebagai perantara untuk membagikan dana kepada 14 anggota FPDIP saat itu.

Engelina juga mengaku telah dihubungi rekannya mantan anggota FPDIP Zulfan Lindan yang juga disebut menerima dana BI. ''Zulfan barusan telepon dari Bangka. Ini kan enak saja mereka (Hamka dan Dudhie) yang terima duit terus bilang kita juga terima. Kalau mereka yang ambil uangnya, jangan bilang kita juga terima,'' katanya.

Anggota DPR Fraksi FPDIP, Daniel Budi Setiawan, juga membantah keras tudingan itu. ''Saya tak pernah menerima apa pun dari Hamka Yamdhu maupun dari teman satu fraksi berkenaan dengan aliran dana BI,'' tegasnya. Daniel Budi yang juga Wakil Bendahara DPP PDIP itu mengaku sedang mempersiapkan pengacara untuk menuntut pernyataan anggota Komisi IX DPR, Hamka Yamdhu.

Sedangkan anggota lainnya, Amru Al Mu`tasim serta Ali As`ad (FKB), yang menerima dana BI dalam beberapa tahap itu telah mengembalikan uang yang mereka terima itu ke KPK. evy/one/ade/ant


Daftar Anggota DPR Penerima Dana Bank Indonesia

Fraksi Golkar:
1. TM Nurlif Rp 250 juta
2. Baharudin Aritonang (sekarang anggota BPK) Rp 250 juta
3. Anthony Zeidra Abidin Rp 500 juta
4. Ahmad Hafiz Zawawi Rp 250 juta
5. Asep Ruchimat Sudjana Rp 250 juta
6. Boby Suhardirman Rp 250 juta
7. Aji Azhar Muchlis Rp 250 juta
8. Abdulah Zaini (sekarang wakil ketua BPK) Rp 250 juta
9. Brian Salambessy Rp 250 juta
10.Hamka Yamdhu Rp 500 juta
11.Hengky Baramuli Rp 250 juta
12.Reza Kamarulah Rp 250 juta
13.Paskah Suzeta kurang lebih Rp 1 miliar
14.Hafida Alawi Rp 250 juta

Fraksi PDIP:
1. Dodhie Makmun Murod Rp 300 juta
2. Max Moein Rp 250 juta
3. Poltak Sitorus Rp 250 juta
4. Aberson Marle Sihaloho Rp 250 juta
5. Tjandra Widjaja Rp 250 juta
6. Zulvan Lindan Rp 250 juta
7. Wiliam Tutuarima Rp 250 juta
8. Sutanto Pranoto Rp 250 juta
9. Daniel Setiawan Rp 250 juta
10.Emir Moeis Rp 300 juta
11.Sukawaluyo Rp 250 juta
12 Angelina Patiansina Rp 250 juta
13.Sukono Rp 250 juta
14.Mantuz Cornez Rp 250 juta
15.Doni Prasetyo Rp 250 juta

Fraksi PPP:
1.Daniel Tandjung Rp 500 juta
2.Sofyan Usman Rp 250 juta
3.Habil Marati Rp 250 juta
4.Endin AG Safihara Rp 250 juta
5.Faisal Hamid Rp 250 juta
6.Faisal Baasir - Hamka tidak tahu. Yang menyerahkan Antony

Fraksi PKB:
1. Amru Al Mustaqim Rp 500 juta
2. Ali As'ad Rp 250 juta
3. Aris Azhari Siagian Rp 250 juta
4. Arif Muchtar Nurjaya Rp 250 juta
5. Amro Usni Rp 250 juta
6. Ali Masykur Musa Rp 300 juta

Fraksi Reformasi:
1.Rizal Djalil Rp 250 juta
2.Aswar Jaya Rp 250 juta
3.TB Sumanjaya Rp 250 juta
4.Datuk Rangkayo Rp 250 juta
5.Munawar Saleh Rp 250 juta

TNI Polri:
1.Mayjen Darsud Yusuf Rp 250 juta
2.Harsulistiyadi Rp 250 juta
3.Suyitno Rp 250 juta
4.Ulu Juheri Rp 250 juta


Fraksi KKI:
1.Hamid Mappa Rp 250 juta
2.FX Soemitra Rp 300 juta

Fraksi PBB:
1.MS Kaban Rp 300 juta

Fraksi PDU:
1.Abdullah Alwahdi Rp 250 juta

sumber: Berita Acara Pemeriksaan dan pengakuan Hamka Yamdhu di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/7).
* Uang diserahkan di masing-masing ruangan anggota DPR, saat istirahat, atau sedang rapat, di luar Gedung DPR. Namun yang lebih sering para anggota itu menemui Hamka Yamdhu di ruangannya. (-)

http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/22/kat/0/news_id/2213
Republika: 2008-07-31 07:54:00

Hakam Naja Siap Bersaksi Buktikan Tak Terima Dana BI

Jakarta - Kesaksian Hamka Yandhu dalam persidangan tipikor, Hakam Naja disebut-sebut menerima aliran dana BI ke DPR. Hakam pun membantah telah menerima dana tersebut.

"Saya tidak pernah menerima sekali pun apa yang disebut "uang suap" sebesar Rp 250 juta terkait aliran dana BI, baik yang diberikan oleh BI sendiri maupun oleh pihak yang mengatasnamakan BI," katanya dalam keterangan pers yang diterima detikcom," Rabu (30/7/2008).

Hakam menjadi anggota Komisi IX pada periode 2003-2004. Dia bahkan siap memberikan kesaksian agar pengadilan bisa mengungkapkan kebenaran.

"Saya sendiri siap memberi kesaksian dalam persidangan kasus ini jika diperlukan," kata Hakam yang dikenal dekat dengan Amien Rais itu..

Sorotan masyarakat terhadap kasus yang mencoreng citra baik DPR ini sangatlah tajam. Oleh karena itu Hakam meminta masyarakat luas untuk sepenuhnya mengontrol proses pengadilan kasus aliran dana BI supaya lebih transparan dan menghasilkan keputusan yang adil.

"Saya berharap penjelasan ini dapat menjawab tuntas adanya rasa kuatir dan menghentikan berbagai pandangan meragukan dari banyak kalangan, baik terhadap posisi dan status saya sebagai anggota DPR," pinta Hakam yang sekarang menjabat sebagai wakil ketua Komisi VIII DPR RI.(gah/irw)

http://www.detiknews.com/read/2008/07/30/181400/980256/10/hakam-naja-siap-bersaksi-buktikan-tak-terima-dana-bi
Detik.com: Rabu, 30/07/2008 18:14 WIB
Gagah Wijoseno - detikNews

Kalla Isyaratkan Reshuffle

• Paskah dan Kaban Tunggu Proses Hukum
JAKARTA, BPOST- Gerbong Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) bakal kembali bergerak. Isyarat ini dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyusul mencuatnya tudingan dua menteri ikut menikmati aliran dana Bank Indonesia (BI).

Meski umur KIB tinggal beberapa bulan, namun Kalla tidak peduli. Dugaan keterlibatan Menneg PPN/Ketua BPPN Paskah Suzetta dan Menhut MS Kaban dalam kasus aliran dana BI sangat memungkinkan dilakukan reshuffle atau perombakan kabinet.

"Jika kedua menteri itu terbukti di pengadilan bersalah dalam korupsi penerimaan aliran dana BI, otomatis akan diganti," kata Kalla di kediamannya, di Jalan Diponegoro, Jakarta, Rabu (30/7).

Wapres menegaskan, pemerintah akan menyerahkan sepenuhnya persoalan yang membelit kedua menterinya itu ke pangadilan, tanpa ikut campur tangan. "Biar berjalan proses hukum itu, apapun yang terjadi semua pihak akan menerimanya. Pemerintah akan menerima dan tidak akan menghalangi penyelidikan," katanya.

Isyarat reshuffle kabinet menjadi bola panas. Selama empat tahun perjalanan KIB, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah beberapa kali melakukan perombakan kabinet.

Reaksi keras pun ditunjukkan DPP Partai Bulan Bintang (PBB). Ali Mochtar Ngabalin, salah satu petinggi PBB menyatakan tidak etis dan terlalu dini mewacanakan pergantian kabinet, terkait kasus aliran dana BI.

"Seharusnya biarkan proses hukum berjalan, hingga selesai sampai pada kesimpulan bahwa MS Kaban dan Paskah Suzetta bersalah, menerima uang BI," ucapnya.

Ngabalin pun mengingatkan bahwa pergantian di kabinet itu domain presiden. "Itu hak prerogatif Presiden, bukan Wapres," katanya.

Namun, salah satu pendiri Partai Demokrat, Hengky Luntungan meminta Yudhoyono tidak takut mengganti Paskah maupun Kaban bila di kemudian hari keduanya terlibat. Citra pemerintah di mata masyarakat harus bersih.

"Tidak mempertahankan para pembantu presiden yang memang terbukti bersalah di mata hukum. Saya sepakat asas praduga tak bersalah harus dikedepankan, tapi untuk sekadar mengingatkan Presiden, tidak ada salahnya kan," ujarnya.

Keterlibatan dua tokoh tersebut dalam aliran dana BI yaitu ketika duduk di Komisi IX DPR periode 1999-2004. Adalah Hamka Yandhu, anggota Komisi IX dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, membeberkan bahwa 52 anggota komisi IX menerima dana haram BI yang totalnya mencapai Rp 31,5 miliar.

Dari 52 anggota Komisi IX, Paskah yang kala itu duduk sebagai ketua komisi memperoleh dana paling besar yakni Rp 1 miliar. Sedangkan Kaban menerima Rp 300 juta.

Paskah kepada wartawan menolak memberikan penjelasan terkait pengakuan Hamka. Namun dia mengaku sudah pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus itu. "Karenanya soal itu saya serahkan sepenuhnya kepada proses hukum," kata salah satu petinggi DPP Partai Golkar itu.

Sedangkan Kaban dalam sebuah kesempatan tegas menyatakan tidak pernah menerima aliran dana BI --yang juga telah menggiring sejumlah petinggi bank sentral itu ke penjara.

Tak Dicalonkan

Terkait 14 kader Golkar di Komisi IX DPR yang terlibat, Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla, menyerahkan sepenuhnya pengungkapan kasus itu ke pengadilan. "Apapun putusan pengadilan, Golkar akan menerima," tegasnya.

Namun ditegaskan dia, mereka yang terlibat dipastikan tidak akan lagi dicalonkan sebagai wakil Golkar di legislatif.

Sama seperti Golkar, Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali menyatakan, tidak lagi mencalonkan kembali kadernya di DPR yang terjerat masalah hukum, khususnya korupsi.

"Masalah hukum menjadi bahan pertimbangan untuk pencalegan. Yang terjerat tidak didaftarkan," katanya di Jakarta, kemarin.

Sementara, pendiri Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais berjanji tidak membela anggota Fraksi PAN yang terlibat skandal tersebut.

"Fraksi PAN tidak perlu menutup-nutupi atau membela bila memang terbukti," kata mantan ketua MPR itu.

Bantah

Terkait pengakuan Hamka, pimpinan DPR telah meminta Badan Kehormatan (BK) menindak lanjuti.

"BK pasti akan menindaklanjuti. Setelah proses pengadilan selesai kita akan tangani," kata Wakil Ketua BK, Gayus Lumbuun.

Sanggahan pun tak kalah bertubi. Mereka yang disbut namanya langsung membela diri. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) misalnya, membantah Tb Soemandjaja masuk dalam list Hamka.

"Masalah itu sudah diklarifikasi oleh Soemandjaja awal 2008 lalu. Dia telah menjelaskan kepada partai tidak ikut menerima dana BI tersebut," jelas jurubicara DPP PKS Ahmad Mabruri.

Reaksi yang sama dilakukan anggota Komisi IX dari Fraksi Bintang Reformasi Abdul Hakam Naja. "Saya tidak pernah menerima uang suap Rp 250 juta, baik yang diberikan oleh BI sendiri maupun oleh pihak yang mengatasnamakan BI," katanya. (Persda Network/yat/kps/mio/dtc)

http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/43592/627/
Banjar Masin Post: Kamis, 31-07-2008 | 01:20:19

Paskah Serahkan Kasus Aliran Dana BI ke Proses Peradilan Penggantian 2 Menteri Tunggu Putusan Hukum

Jakarta - Wapres Jusuf Kalla mengisyaratkan penggantian dua menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan Menhut Malam Sambat Kaban, hanya bisa dilakukan apabila keduanya terbukti di pengadilan menerima aliran dana Bank Indonesia (BI).

"Kalau menteri itu kemudian di pengadilan terbukti [bersalah], pada kemudian hari pasti kena hukuman juga. Undang-undangnya berbunyi seperti itu," ujar Kalla di Jakarta, kemarin, ketika ditanya wartawan terkait dugaan keterlibatan kedua menteri tersebut dalam kasus aliran dana BI Rp31,5 miliar ke DPR.

Wapres mengatakan pemerintah akan menerima apa pun keputusan pengadilan nantinya dan tidak akan mencampuri proses hukum yang sedang berjalan. Proses hukum, ujarnya, masih membutuhkan pembuktian di pengadilan sebelum kedua menteri itu menerima konsekuensinya.

"Ini semuanya proses hukum. Karena proses hukum itu harus ada pembuktian. Biar berjalan proses hukum itu, apa pun yang terjadi di pengadilan semua pihak akan menerimanya. Pemerintah juga akan menerima dan tidak akan menghalangi penyelidikan yang dilakukan KPK," katanya.

Paskah Suzetta dalam siaran persnya mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kasus aliran dana BI kepada proses peradilan yang sedang berjalan, dan telah menyampaikan semua keterangan yang diperlukan KPK terkait dengan kasus itu.

Hal itu dikemukakannya menanggapi keterangan mantan anggota Komisi IX DPR Hamka Yandhu dalam kesaksiannya di persidangan perkara aliran dana BI di Pengadilan Khusus Tipikor pada 28 Juli lalu yang intinya mengatakan bahwa semua anggota Komisi IX Periode 1999-2004 menerima aliran dana BI. Hamka, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka, menjadi saksi untuk perkara terdakwa I Oey Hoey Tiong (mantan Direktur Hukum BI) dan terdakwa II Rusli Simanjuntak (mantan Kepala Biro Gubernur BI).

Paskah adalah Ketua Komisi IX DPR periode tersebut. Menurut Hamka Yandhu, yang juga rekan sefraksinya di Fraksi Partai Golkar, Paskah menerima dana sekitar Rp1 miliar langsung dari tangannya.

Sebelumnya, menanggapi keterangan Hamka Yandhu, Menhut M.S. Kaban yang juga mantan anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Bulan Bintang, membantah dirinya menerima uang senilai Rp300 juta.

Beberapa nama mantan pimpinan dan anggota Komisi IX DPR periode tersebut, a.l. Emir Moeis (FPDIP) dan Abdul Hakam Naja (Fraksi Reformasi), juga membantah menerima aliran dana BI.

Tak berhenti

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan meski Hamka Yandhu dalam kesaksiannya menyebut sejumlah nama anggota DPR yang diduga ikut menerima aliran dana BI, KPK tidak bisa serta-merta menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.

Namun, dia menegaskan KPK tidak hanya akan berhenti pada lima tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sumber: Bisnis Indonesia

http://cybernews.cbn.net.id/cbprtl/Cybernews/detail.aspx?x=General&y=Cybernews%7C0%7C0%7C4%7C14062
Cybernews.cbn.net.id: General Thu, 31 Jul 2008 08:17:00 WIB

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Bantah Terima Uang BI

BERITA - nasional.infogue.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Reformasi, Abdul Hakam Naja, membantah pemberitaan yang menyebutkan dirinya telah menerima uang suap Rp250 juta dari Bank Indonesia (BI) saat ia masih menjadi anggota Komisi IX.

"Saya tidak pernah menerima uang suap Rp250 juta terkait aliran dana BI ,baik yang diberi BI maupun pihak yang mengatasnamakan BI," kata Hakam di Jakarta, Rabu, melalui surat elektronik yang dikirimnya.

Sebagai anggota DPR yang memiliki komitmen pada pemberantasan korupsi, maka Hakam mengaku tidak memiliki kaitan apa pun dengan kasus aliran dana BI.

Ia mendukung pengusutan kasus itu oleh KPK dengan lebih maksimal, transparan, obyektif, tanpa pandang bulu menyangkut siapa saja yang dipandang ikut terlibat sehingga pengadilan dapat membuktikan pihak mana yang bersalah sekaligus pihak mana yang tidak bersalah.

"Saya siap memberi kesaksian dalam persidangan kasus ini jika diperlukan," katanya.

Hakam menilai perhatian masyarakat atas kasus itu sebagai wujud kepekaan dan kesadaran yang patut dihargai, guna memberi dorongan bagi upaya penegakan hukum yang berwibawa, kuat, serta mandiri khususnya oleh KPK.

"Saya bahkan mengajak masyarakat luas untuk mengontrol proses peradilan kasus aliran dana BI agar menghasilkan keputusan yang adil," katanya.

Hakam berharap bantahan dan penjelasannya dapat menjawab tuntas adanya rasa khawatir dan menghentikan berbagai pandangan meragukan dari banyak kalangan, baik terhadap posisi dan statusnya sebagai anggota DPR Komisi IX 2003-2004 maupun sebagai pribadi yang ingin menegakkan keadilan dan hukum.

"Hanya kepada Allah SWT saya berserah diri," katanya. (*)

http://nasional.infogue.com/wakil_ketua_komisi_viii_dpr_ri_bantah_terima_uang_bi

BUNTUT KABAR DUA MENTERI TERIMA DANA BI ; Pemerintah Takkan Halangi Pemeriksaan

JAKARTA (KR) - Buntut munculnya kabar sejumlah anggota DPR menerima kucuran dana Bank Indonesia (BI), termasuk dua Menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), yaitu Menhut MS Kaban dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Paskah Suzetta, berdampak serius. Bahkan Wapres Jusuf Kalla menyatakan pemerintah tidak akan menghalangi pemeriksaan terhadap dua menteri yang diduga ‘kecipratan’ aliran dana BI seperti terungkap dalam persidangan Tipikor.

“Jelas itu tidak akan terjadi. Katakanlah menghalangi penyelidikan oleh KPK dalam hal-hal apa yang terjadi di DPR,” kata Kalla di rumah dinasnya Jalan Diponegoro Jakarta, Rabu (30/7).
Dijelaskan, pemerintah akan menyerahkan kasus ini kepada proses hukum yang berlaku. “Semua proses hukum kan harus ada pembuktian, jadi biarlah itu berjalan dulu. Tentang apapun hasil pengadilan, pemerintah akan menerima,” katanya lagi.
Sedang terhadap anggota DPR dari partai Golkar yang juga kecipratan dana BI tersebut, Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum Partai Golkar, menyatakan akan mengganti atau me-recall jika terbukti menerima aliran dana BI. “Sanksi otomatis seluruh anggota DPR Golkar yang sudah kena hukuman pasti diganti dengan kader yang bersih,” kata Kalla.

Sementara itu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi IX Fraksi Bintang Reformasi, Abdul Hakam Naja, membantah disebut-sebut ikut menerima aliran dana Bank Indonesia (BI).
Hakam menyampaikan enam poin yang berisi bantahan dirinya terseret kasus suap sebesar Rp 250 juta. “Saya tidak pernah menerima uang suap Rp 250 juta terkait aliran dana BI, baik yang diberikan oleh pihak BI sendiri maupun oleh pihak yang mengatasnamakan BI,” ujar Hakam melalui rilis.
Bantahan juga disampaikan mantan anggota DPR RI dari FKB, Drs H Aliy As’ad. Mantan Ketua DPW PKB DIY ini mengaku tidak menerima aliran dana BI sebagaimana dimuat di berbagai media massa. “Dalam sidang kemarin, saya juga tidak ditanya soal itu, tetapi pertanyaan lain” akunya.
Diakui, menjelang kampanye Pemilu 2004 dirinya mendapat bantuan dari Hamka Yandhu sebanyak tiga kali dengan dana maksimal Rp 100 juta. Uang tersebut lantas dia gunakan untuk kepentingan kampanye. “Waktu itu mas Hamka bilang diterima saja, halal,” akunya. Soal asal dana dia tidak tahu. Tetapi setelah muncul ramai-ramai masalah dana BI, dia mengonfirmasikan kepada Hamka Yandhu lalu mengembalikannya.
Aliy As’ad juga membantah isi berita KR, Selasa (29/7) yang menyebutkan dalam kesaksiannya ia menyebutkan semua anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 menikmati aliran dana BI lewat Hamka Yandhu dan Anthony Zeidra Abidin yang menyebarkan uang dengan alasan untuk kampanye. “Saya tidak mengatakan seperti itu,” akunya. (Sim/Mgn/Fie)-a

http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=172670&actmenu=35
Kedaulatan Rakyat: 31/07/2008 08:14:50

Parpol Ramai-ramai Bantah "Nyanyian" Hamka Yandhu JK: Golkar Patuhi Proses Hukum

JAKARTA (Suara Karya): "Nanyian" Hamka Yandhu soal dana Bank Indonesia (BI) mengalir ke-52 anggota DPR periode 1999-2004 menuai reaksi.

Kalangan tokoh partai politik jadi kebakaran jenggot, sehingga mereka ramai-ramai melontarkan bantahan. Sementara Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla menyatakan menyerahkan soal itu pada proses hukum. Jika nanti terbukti bersalah, katanya, pihak-pihak terkait niscaya ditindak tegas.

Mereka yang membantah itu antara lain PDI Perjuangan (PDIP), PKB, PAN, PKS, dan PBB, secara terpisah, di Jakarta, kemarin.

Anggota FPDIP DPR Daniel Budi Setiawan membantah keras pernah menerima aliran dana BI seperti dinyatakan Hamka Yandhu dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin lalu. "Saya tidak pernah menerima apa pun dari Hamka Yandhu maupun dari teman satu fraksi berkenaan dengan aliran dana BI," ujarnya, di Jakarta, Selasa. Daniel yang juga Wakil Bendahara DPP PDIP itu mengaku sedang mempersiapkan pengacara untuk menuntut pernyataan Hamka Yandhu.

Daniel mengaku tidak termasuk tim perumus ataupun tim kecil dalam proses amandemen UU BI. "Itu bukan domain (urusan--Red) saya. Saya tidak pernah ikut kunjungan kerja ke luar negeri berkenaan dengan amandemen UU BI. Saya juga tidak pernah ikut rapat di luar gedung DPR," katanya.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari FPAN Abdul Hakam Naja, juga membantah pemberitaan yang menyebutkan dirinya telah menerima uang suap Rp 250 juta dari aliran dana BI saat masih menjadi anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004.

"Saya tidak pernah menerima uang suap Rp 250 juta terkait aliran dana BI, baik yang diberi BI maupun pihak yang mengatasnamakan BI," katanya di Jakarta, Rabu.

Sebagai anggota DPR yang berkomitmen mendukung pemberantasan korupsi, Hakam mengaku tidak memiliki kaitan apa pun dengan kasus aliran dana BI. Karena itu, dia mendukung pengusutan kasus tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara maksimal, transparan, objektif, tanpa pandang bulu menyangkut siapa saja yang dipandang ikut terlibat. Dengan demikian, katanya, pengadilan dapat membuktikan siapa yang bersalah dan tidak bersalah.

"Saya siap memberi kesaksian dalam persidangan kasus ini jika diperlukan," katanya.

Hakam menilai perhatian masyarakat atas kasus itu sebagai wujud kepekaan dan kesadaran yang patut dihargai guna memberi dorongan bagi upaya penegakan hukum yang berwibawa, kuat, serta mandiri. "Saya bahkan mengajak masyarakat luas mengontrol proses peradilan kasus aliran dana BI agar menghasilkan keputusan yang adil," ujarnya.

Sedangkan anggota FKB DPR Amru Al Mu`tasim serta Ali As`ad yang disebut Hamka Yandhu turut menerima dana BI dalam beberapa tahap, mengaku telah mengembalikan uang itu ke KPK.

Di lain pihak, Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) MS Kaban ikut-ikutan membantah tudingan bahwa dirinya telah menerima aliran dana BI saat menjadi anggota DPR periode 1999-2004. "Mungkin Pak Hamka panik. Saya pikir, mungkin beliau juga lupa. Itu sekadar untuk mencocokkan angka-angka yang dituduhkan (KPK) kepadanya," kata Kaban yang kini menjabat Menteri Kehutanan di sela kunjungan ke Desa Rumbio, Kabupaten Kampar, Riau, Selasa.

Sementara itu, DPP PPP belum bersikap terhadap dugaan anggotanya di DPR yang menerima aliran dana BI. Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali mengatakan, pihaknya masih memonitor dan melakukan koreksi terhadap anggotanya di DPR yang ada saat ini.

Sedangkan PKS menyatakan sedang menyiapkan langkah-langkah menanggapi pernyataan Hamka Yandhu yang menyebut kader PKS menerima aliran dana BI. PKS menyebutkan, masalah ini sudah diklarifikasi.

Ketua Badan Humas DPP PKS Ahmad Mabruri ketika dihubungi menyatakan tidak benar kader PKS Tb Soemandjaja menerima aliran dana BI sebesar Rp 250 juta. Menurut dia, Soemandjaja sudah menjelaskan soal tersebut pada awal tahun 2008.

Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla menyatakan, DPP Partai Golkar menyiapkan sanksi tegas bagi anggotanya yang terbukti menerima aliran dana BI seperti disebut Hamka Yandhu. Pencopotan keanggotaan dari DPR, katanya, akan dilakukan jika pengadilan menetapkan putusan bersalah kepada mereka.

Kepada pers di Jakarta, Rabu, Jusuf Kalla menuturkan, Partai Golkar akan menunggu proses pengadilan yang sedang berlangsung. Dia menegaskan, tidak akan menutupi fakta seputar penerima aliran dana BI ini.

Ke depan, kata Kalla, caleg dari Partai Golkar harus memenuhi dua syarat utama, yakni bebas masalah hukum dan mempunyai surat kelakuan baik. "Orang terkena (kasus) itu susah mendapatkan surat kelakuan baik. Selain syarat internal partai, syarat pemilu juga tidak bisa untuk orang seperti itu, kalau punya cacat," ujar Jusuf Kalla.

Sebagai Wapres, dia juga memberikan isyarat akan mengganti dua menteri Kabinet Indonesia Bersatu andai tuduhan bahwa mereka menerima dana BI terbukti. Penggantian itu tidak bertentangan dengan undang-undang.

"Sekali lagi kalau menteri itu kemudian di pengadilan terbukti, pasti kena juga. Undang-undangnya berbunyi seperti itu. Kalau mempunyai indikasi seperti itu, kita selalu punya syarat informal dan formal," ujar Jusuf Kalla. (Kartoyo)

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=205748

ALIRAN DANA BI
Suara Karya: Kamis, 31 Juli 2008

Anggota DPR Ancam Tuntut Hamka Yandhu

Nama Faisal juga ada dalam daftar Hamka, yang kini menjadi tersangka kasus itu.

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004, Faisal Baasir, mengancam akan menuntut Hamka Yandhu ke pengadilan atas kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Senin lalu. "Omongan ngawur itu mencemarkan nama baik saya," kata Faisal kepada Tempo melalui telepon kemarin.

Dalam persidangan tersebut Hamka membeberkan 52 nama anggota DPR yang menerima dana suap Bank Indonesia sebesar Rp 31,5 miliar. Nama Faisal juga ada dalam daftar Hamka, yang kini menjadi tersangka kasus itu.

Pembeberan nama itu membuat Faisal berang. "Saya tidak pernah bersinggungan dengan Hamka atau Anthony (Zeidra Abidin, tersangka untuk kasus yang sama)," katanya.

Mantan politikus Partai Persatuan Pembangunan ini mengaku sudah mengklarifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi soal pernyataan Hamka. Bahkan Faisal menjanjikan bayaran sepuluh kali lipat dari nilai uang suap yang diduga diterimanya jika ada pihak yang dapat membuktikan kebenaran pernyataan Hamka.

Faisal menduga Hamka membuat pernyataan seperti itu karena tak mau dipenjara sendirian dan bermaksud menyeret banyak orang. Meski begitu, Faisal membenarkan mengikuti pembahasan Rancangan Undang-Undang Bank Indonesia. Tapi ia menyatakan tak pernah memimpin rapat Panitia Kerja. "Yang memimpin rapat Panja selalu Paskah (Suzetta), meski dia bukan bidang perbankan," katanya.

Bantahan serupa juga disampaikan Abdul Hakam Naja, anggota Dewan dari Fraksi Reformasi. "Saya tidak pernah menerima sekali pun apa yang disebut ‘uang suap’ sebesar Rp 250 juta terkait dengan aliran dana Bank Indonesia," kata Abdul Hakam lewat pernyataan tertulis yang dikirim ke harian ini kemarin. "Saya sendiri siap memberi kesaksian dalam persidangan kasus ini jika diperlukan," ujarnya.

Berbeda dengan Faisal dan Abdul Hakam, Aly As'ad, mantan anggota Komisi Keuangan dan Perbankan, mengakui menerima duit Rp 100 juta dari Hamka. "Menurut Pak Hamka, uang tersebut untuk sosialisasi dan kampanye saya," ujar Aly. Dia mengatakan telah mengembalikan duit tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Begitu juga rekan Aly, Amru al-Mu'tasyim, mengaku telah mengembalikan uang tersebut. Kedua politikus ini dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.MARIA HASUGIAN | PRAMONO

KORAN

http://www.korantempo.com/korantempo/2008/07/31/headline/krn,20080731,12.id.html
Kamis, 31 Juli 2008
Headline

Anggota FPAN Juga Bantah Terima Dana BI

INILAH.COM, Jakarta - Sejumlah nama yang disebut Hamka Yandhu menerima dana BI telah membantah, kali ini giliran Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari FPAN Abdul Hakam Naja menyatakan tidak pernah menerima uang suap Rp 250 juta dari aliran dana Bank Indonesia saat masih menjadi anggota Komisi IX DPR.

"Saya tidak pernah menerima uang suap Rp 250 juta terkait aliran dana BI, baik yang diberi BI maupun pihak yang mengatasnamakan BI," tegas Hakam di Jakarta, Rabu (30/7).

Sebagai anggota DPR yang memiliki komitmen pada pemberantasan korupsi, Hakam mengaku tidak memiliki kaitan apa pun dengan kasus aliran dana BI.

Ia mendukung pengusutan kasus itu oleh KPK dengan lebih maksimal, transparan, obyektif, tanpa pandang bulu menyangkut siapa saja yang dipandang ikut terlibat sehingga pengadilan dapat membuktikan pihak mana yang bersalah sekaligus pihak mana yang tidak bersalah. "Saya siap memberi kesaksian dalam persidangan kasus ini jika diperlukan," imbuhnya.

Hakam menilai perhatian masyarakat atas kasus itu sebagai wujud kepekaan dan kesadaran yang patut dihargai, guna memberi dorongan bagi upaya penegakan hukum yang berwibawa, kuat, serta mandiri khususnya oleh KPK.

"Saya bahkan mengajak masyarakat luas untuk mengontrol proses peradilan kasus aliran dana BI agar menghasilkan keputusan yang adil," katanya.

Hakam berharap bantahan dan penjelasannya dapat menjawab tuntas adanya rasa khawatir dan menghentikan berbagai pandangan meragukan dari banyak kalangan, baik terhadap posisi dan statusnya sebagai anggota DPR Komisi IX 2003-2004 maupun sebagai pribadi yang ingin menegakkan keadilan dan hukum. "Hanya kepada Allah SWT saya berserah diri," pungkasnya.[L6]

Tags : aliran dana BI

http://www.inilah.com/berita/2008/07/30/41191/anggota-fpan-juga-bantah-terima-dana-bi/
Inilah.com: 30/07/2008 18:33

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Bantah Terima Uang BI

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Reformasi, Abdul Hakam Naja, membantah pemberitaan yang menyebutkan dirinya telah menerima uang suap Rp250 juta dari Bank Indonesia (BI) saat ia masih menjadi anggota Komisi IX.

"Saya tidak pernah menerima uang suap Rp250 juta terkait aliran dana BI ,baik yang diberi BI maupun pihak yang mengatasnamakan BI," kata Hakam di Jakarta, Rabu, melalui surat elektronik yang dikirimnya.

Sebagai anggota DPR yang memiliki komitmen pada pemberantasan korupsi, maka Hakam mengaku tidak memiliki kaitan apa pun dengan kasus aliran dana BI.

Ia mendukung pengusutan kasus itu oleh KPK dengan lebih maksimal, transparan, obyektif, tanpa pandang bulu menyangkut siapa saja yang dipandang ikut terlibat sehingga pengadilan dapat membuktikan pihak mana yang bersalah sekaligus pihak mana yang tidak bersalah.

"Saya siap memberi kesaksian dalam persidangan kasus ini jika diperlukan," katanya.

Hakam menilai perhatian masyarakat atas kasus itu sebagai wujud kepekaan dan kesadaran yang patut dihargai, guna memberi dorongan bagi upaya penegakan hukum yang berwibawa, kuat, serta mandiri khususnya oleh KPK.

"Saya bahkan mengajak masyarakat luas untuk mengontrol proses peradilan kasus aliran dana BI agar menghasilkan keputusan yang adil," katanya.

Hakam berharap bantahan dan penjelasannya dapat menjawab tuntas adanya rasa khawatir dan menghentikan berbagai pandangan meragukan dari banyak kalangan, baik terhadap posisi dan statusnya sebagai anggota DPR Komisi IX 2003-2004 maupun sebagai pribadi yang ingin menegakkan keadilan dan hukum.

"Hanya kepada Allah SWT saya berserah diri," katanya.
(*)

COPYRIGHT © 2008

http://www.antara.co.id/arc/2008/7/30/wakil-ketua-komisi-viii-dpr-ri-bantah-terima-uang-bi/
Antara: 30/07/08 18:16

Kasus Aliran Dana BI Agus Condro: Seperti Orang Kaya Baru

* Paskah Bantah Menerima

JAKARTA - Ada pernyataan menarik dari anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 yang disebut ikut menerima aliran dana dari Bank Indonesia (BI) Agus Condro Prayitno.

Anggota Fraksi PDI-P itu membantah menerima Rp 250 juta dari Hamka Yandhu, terdakwa kasus aliran dana BI, namun justru mengaku mendapatkan Rp 500 juta.

”Pada tahun 2003, saya pernah menerima uang sebesar Rp 500 juta. Tapi bukan dari Hamka. Siapa yang memberi uang itu, baru akan saya beberkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,” katanya kepada Suara Merdeka.

Apa yang dilakukan Agus dengan uang sebesar itu? Sebuah Mercedes Benz dan Hyundai Trajet kemudian mengisi garasinya.
Tidak hanya itu, Agus juga menyalurkan hobinya dengan membeli kebun cabai merah dan lain-lain.

”Saya seperti orang kaya baru. Saat ini, mobil Mercy dan Hyundai masih ada. Tapi kebun cabainya bangkrut,” ujarnya blak-blakan.

Pengakuan itu pernah dia sampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan kedua mobil beserta BPKB-nya pun pernah hendak dikembalikan ke KPK. Tapi oleh KPK, Agus diminta membawa kembali dengan catatan tidak menjualnya.

”Kalaupun nilai mobil itu dianggap kurang, saya masih punya apartemen di Jakarta. Harganya sekitar Rp 450 juta. Monggo kalau mau disita,” imbuhnya pasrah. Hanya saja, Agus meminta jika ada selisih harga maka dikembalikan kepadanya.

Adapun soal uang Rp 250 juta, Agus justru mempertanyakan pengakuan Hamka. Sebab, dia tidak ikut menikmati dana dari Bank Indonesia. Agus mengatakan, uang yang konon diberikan pada tahun 2003 itu sama sekali tidak pernah sampai ke tangannya.

Bahkan dia justru menanyakan, kepada siapa uang itu dititipkan.
”Kalau memang Hamka menitipkan uang itu, tolong sebutkan siapa yang dititipi. Soalnya, kalau memang ada, akan saya tagih dan akan saya serahkan ke KPK,” ucapnya.

Agus mengaku memang pernah menerima uang dari Hamka pada 2003. Tapi jumlahnya ”hanya” Rp 25 juta dalam bentuk cek perjalanan. Ada lima lembar cek perjalanan dengan nominal masing-masing Rp 5 juta.

Lagi-lagi, lanjut dia, uang itu diperoleh secara tiban. Ketika itu, Agus baru dipindah ke Komisi IX yang saat itu membidangi keuangan. Karena mengaku tidak paham dengan masalah keuangan, Agus memerlukan masa orientasi sekitar sebulan.

Karena sebelumnya, Agus adalah anggota Komisi VII (saat itu bidang tenaga kerja-red), maka dalam rapat-rapat di Komisi IX dia mengaku lebih banyak mendengarkan.

”Tapi tiba-tiba ada yang memberitahu kalau saya menerima 'uang selamat datang' di Komisi IX. Lalu saya menghubungi Hamka, menanyakan apakah dana itu memang ada,” tuturnya.

Setelah mendapat kepastian, Agus lalu menemui Hamka di ruang kerjanya. Namun dia hanya ditemui sekretaris Hamka, yang memberikan amplop berisi cek perjalanan.

Agus sendiri mengaku siap dihukum jika dianggap bersalah. ”Lebih baik saya dihukum di dunia daripada dihukum di akhirat. Mudah-mudahan dengan kejujuran itu saya tidak dihukum.”

Terpisah, Menneg PPN/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta menyatakan, dirinya yakin tidak bersalah terkait pernyataan Hamka Yandhu yang menyebut semua anggota komisi menerima aliran dana tersebut.

”Ini keyakinan hati saya, tapi itu semua tergantung pada pengadilan. Saya akan tunduk terhadap proses peradilan, kalau saya dinyatakan bersalah,” katanya dalam konferensi pers di Gedung Bappenas Jakarta, Selasa (29/7) menanggapi pernyataan Hamka Yandhu di pengadilan Tipikor sehari sebelumnya yang antara lain menyebut Paskah menerima Rp 1 miliar.

Karenanya, kilah dia, pihaknya tidak akan melakukan pembelaan diri dengan bantahan-bantahan di luar pengadilan, untuk menghormati proses peradilan yang tengah berlangsung.

Mantan anggota Komisi IX yang lain, Abdul Hakam Naja, anggota DPR dari Fraksi Reformasi (2003-2004) juga membantah telah menerima Rp 250 juta terkait aliran dana BI. ”Sebagai anggota DPR Komisi IX Fraksi Reformasi yang memiliki komitmen pada pemberantasan korupsi, saya tidak memiliki kaitan apa pun dengan kasus aliran dana Bank Indonesia tersebut,” kata dia.

Diperiksa KPK

Sementara itu, KPK akan memeriksa 52 anggota DPR yang diduga menerima aliran dana BI. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Bibit Samad Riyanto kepada Suara Merdeka, Rabu (30/7).

Dia mengatakan, pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi alat bukti yang dimiliki KPK. Sementara ini, KPK memiliki satu alat bukti terkait penerimaan dana BI oleh seluruh anggota Komisi IX periode 1999-2004.

Alat bukti tersebut terungkap dari keterangan anggota DPR, Hamka Yandhu saat menjadi saksi Deputi pada Direktorat Hukum BI Oey Hoey Tiong dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simanjuntak, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin lalu.

”Satu alat bukti belum cukup,” ujarnya yang dihubungi saat perjalanan ke Ungaran.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah tidak akan menghalangi pemeriksaan terhadap dua menterinya, yakni Menteri Kehutanan MS Kaban dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, yang diduga ”kecipratan” aliran dana BI

Hal senada dikatakan Presiden melalui Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng. ”Presiden menyerahkan semuanya pada fakta hukum, karena yang bersangkutan bisa melakukan pembelaan diri berdasarkan asas praduga tak bersalah,” kata Andi di kompleks Istana Selasa lalu.(H28,J13,bn,A20,F4-48)

http://www.suaramerdeka.com/
BERITA UTAMA
Suara Merdeka: 31 Juli 2008

Kasus Aliran Dana BI Agus Condro: Seperti Orang Kaya Baru

* Paskah Bantah Menerima

JAKARTA - Ada pernyataan menarik dari anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 yang disebut ikut menerima aliran dana dari Bank Indonesia (BI) Agus Condro Prayitno.

Anggota Fraksi PDI-P itu membantah menerima Rp 250 juta dari Hamka Yandhu, terdakwa kasus aliran dana BI, namun justru mengaku mendapatkan Rp 500 juta.

”Pada tahun 2003, saya pernah menerima uang sebesar Rp 500 juta. Tapi bukan dari Hamka. Siapa yang memberi uang itu, baru akan saya beberkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,” katanya kepada Suara Merdeka.

Apa yang dilakukan Agus dengan uang sebesar itu? Sebuah Mercedes Benz dan Hyundai Trajet kemudian mengisi garasinya.
Tidak hanya itu, Agus juga menyalurkan hobinya dengan membeli kebun cabai merah dan lain-lain.

”Saya seperti orang kaya baru. Saat ini, mobil Mercy dan Hyundai masih ada. Tapi kebun cabainya bangkrut,” ujarnya blak-blakan.

Pengakuan itu pernah dia sampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan kedua mobil beserta BPKB-nya pun pernah hendak dikembalikan ke KPK. Tapi oleh KPK, Agus diminta membawa kembali dengan catatan tidak menjualnya.

”Kalaupun nilai mobil itu dianggap kurang, saya masih punya apartemen di Jakarta. Harganya sekitar Rp 450 juta. Monggo kalau mau disita,” imbuhnya pasrah. Hanya saja, Agus meminta jika ada selisih harga maka dikembalikan kepadanya.

Adapun soal uang Rp 250 juta, Agus justru mempertanyakan pengakuan Hamka. Sebab, dia tidak ikut menikmati dana dari Bank Indonesia. Agus mengatakan, uang yang konon diberikan pada tahun 2003 itu sama sekali tidak pernah sampai ke tangannya.

Bahkan dia justru menanyakan, kepada siapa uang itu dititipkan.
”Kalau memang Hamka menitipkan uang itu, tolong sebutkan siapa yang dititipi. Soalnya, kalau memang ada, akan saya tagih dan akan saya serahkan ke KPK,” ucapnya.

Agus mengaku memang pernah menerima uang dari Hamka pada 2003. Tapi jumlahnya ”hanya” Rp 25 juta dalam bentuk cek perjalanan. Ada lima lembar cek perjalanan dengan nominal masing-masing Rp 5 juta.

Lagi-lagi, lanjut dia, uang itu diperoleh secara tiban. Ketika itu, Agus baru dipindah ke Komisi IX yang saat itu membidangi keuangan. Karena mengaku tidak paham dengan masalah keuangan, Agus memerlukan masa orientasi sekitar sebulan.

Karena sebelumnya, Agus adalah anggota Komisi VII (saat itu bidang tenaga kerja-red), maka dalam rapat-rapat di Komisi IX dia mengaku lebih banyak mendengarkan.

”Tapi tiba-tiba ada yang memberitahu kalau saya menerima 'uang selamat datang' di Komisi IX. Lalu saya menghubungi Hamka, menanyakan apakah dana itu memang ada,” tuturnya.

Setelah mendapat kepastian, Agus lalu menemui Hamka di ruang kerjanya. Namun dia hanya ditemui sekretaris Hamka, yang memberikan amplop berisi cek perjalanan.

Agus sendiri mengaku siap dihukum jika dianggap bersalah. ”Lebih baik saya dihukum di dunia daripada dihukum di akhirat. Mudah-mudahan dengan kejujuran itu saya tidak dihukum.”

Terpisah, Menneg PPN/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta menyatakan, dirinya yakin tidak bersalah terkait pernyataan Hamka Yandhu yang menyebut semua anggota komisi menerima aliran dana tersebut.

”Ini keyakinan hati saya, tapi itu semua tergantung pada pengadilan. Saya akan tunduk terhadap proses peradilan, kalau saya dinyatakan bersalah,” katanya dalam konferensi pers di Gedung Bappenas Jakarta, Selasa (29/7) menanggapi pernyataan Hamka Yandhu di pengadilan Tipikor sehari sebelumnya yang antara lain menyebut Paskah menerima Rp 1 miliar.

Karenanya, kilah dia, pihaknya tidak akan melakukan pembelaan diri dengan bantahan-bantahan di luar pengadilan, untuk menghormati proses peradilan yang tengah berlangsung.

Mantan anggota Komisi IX yang lain, Abdul Hakam Naja, anggota DPR dari Fraksi Reformasi (2003-2004) juga membantah telah menerima Rp 250 juta terkait aliran dana BI. ”Sebagai anggota DPR Komisi IX Fraksi Reformasi yang memiliki komitmen pada pemberantasan korupsi, saya tidak memiliki kaitan apa pun dengan kasus aliran dana Bank Indonesia tersebut,” kata dia.

Diperiksa KPK

Sementara itu, KPK akan memeriksa 52 anggota DPR yang diduga menerima aliran dana BI. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Bibit Samad Riyanto kepada Suara Merdeka, Rabu (30/7).

Dia mengatakan, pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi alat bukti yang dimiliki KPK. Sementara ini, KPK memiliki satu alat bukti terkait penerimaan dana BI oleh seluruh anggota Komisi IX periode 1999-2004.

Alat bukti tersebut terungkap dari keterangan anggota DPR, Hamka Yandhu saat menjadi saksi Deputi pada Direktorat Hukum BI Oey Hoey Tiong dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simanjuntak, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin lalu.

”Satu alat bukti belum cukup,” ujarnya yang dihubungi saat perjalanan ke Ungaran.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah tidak akan menghalangi pemeriksaan terhadap dua menterinya, yakni Menteri Kehutanan MS Kaban dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, yang diduga ”kecipratan” aliran dana BI

Hal senada dikatakan Presiden melalui Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng. ”Presiden menyerahkan semuanya pada fakta hukum, karena yang bersangkutan bisa melakukan pembelaan diri berdasarkan asas praduga tak bersalah,” kata Andi di kompleks Istana Selasa lalu.(H28,J13,bn,A20,F4-48)

http://www.suaramerdeka.com/
BERITA UTAMA
Suara Merdeka: 31 Juli 2008

Korupsi Berdampak Serius pada Lembaga DPR

Jakarta, Kompas - Terungkapnya 52 nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menerima dana Bank Indonesia di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Senin lalu, berdampak serius pada lembaga. Pimpinan DPR akan mengundang pimpinan fraksi dan Badan Kehormatan untuk mengambil sikap, termasuk kemungkinan penonaktifan anggota yang terlibat.

”Ini menimbulkan dampak serius bagi DPR karena jumlahnya banyak dan melibatkan hampir semua fraksi,” ucap Ketua DPR Agung Laksono, Selasa (29/7).

Selama ini, dalam menyikapi para anggota Dewan yang terlibat dalam kasus dana BI, pimpinan DPR hanya menunggu proses hukum. Namun, kali ini pimpinan DPR tampaknya akan mengambil langkah lebih tegas.

Ketika ditanya pers apakah anggota Dewan yang terlibat akan dinonaktifkan, Agung yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar mengatakan tidak menutup kemungkinan. ”Kita lihat nanti, meskipun tidak tertutup kemungkinan. Saya belum bisa bicara sekarang karena belum dibicarakan dengan pimpinan fraksi dan BK (Badan Kehormatan),” ujarnya.

Membantah

Mantan anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Golkar, Baharuddin Aritonang, yang sekarang menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan, menegaskan, dia sama sekali tidak tahu-menahu soal dana BI tersebut. Dia juga menyatakan tidak menerima dana tersebut.

”Saya tidak ikut Pansus UU Bank Indonesia maupun Panja Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau kegiatan yang terkait BI,” ujarnya.

Bantahan juga datang dari Hakam Naja dan Rizal Djalil, keduanya anggota Fraksi Reformasi. Hakam dan Rizal membantah telah menerima aliran dana dari BI sebesar Rp 250 juta. ”Saya tidak pernah menerima dana itu, baik yang diberikan oleh Bank Indonesia sendiri maupun oleh pihak yang mengatasnamakan Bank Indonesia,” tulis Hakam dalam surat tertulisnya yang diterima Kompas, Rabu.

Sedangkan Rizal dalam surat tertulisnya mengatakan, selain tidak pernah menerima aliran dana BI dari Hamka Yandhu, ia juga tak pernah diminta Hamka untuk membagikan atau mendistribusikan aliran dana BI kepada anggota Fraksi Reformasi lainnya.

Emerson Yuntho dari Indonesia Corruption Watch menyatakan, bantahan sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 sudah dapat diduga. ”Sangkal-menyangkal ini fenomena klasik. Yang penting, mereka yang disebut Hamka Yandhu telah menerima dana dari BI perlu diperiksa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk membuktikan kebenarannya,” ucap Emerson.

Usut tuntas

Secara terpisah, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan dukungannya atas pengusutan dugaan keterlibatan puluhan anggota DPR dalam kasus aliran dana BI.

Hidayat mengemukakan hal itu, Rabu, di sela-sela deklarasi delapan syarat komitmen kemasyarakatan yang ditandatangani 200 calon anggota legislatif Partai Keadilan Sejahtera (PKS), asal daerah pemilihan Jawa Tengah, di Kota Semarang.

Menurut Hidayat, kasus ini memang memprihatinkan, terlebih terdapat sejumlah tokoh yang duduk di dalam kabinet pemerintah, seperti halnya Paskah Suzetta dan MS Kaban. ”Kita berharap proses pengusutan di lembaga legislatif itu dapat tuntas,” katanya.

Pada deklarasi delapan komitmen masyarakat, Hidayat kembali mengingatkan bahwa Pemilu 2009 tetap menjadi tantangan besar bagi PKS untuk meningkatkan jumlah perolehan suara dibandingkan dengan Pemilu 2004. (SUT/NWO/WHO)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/31/0029043/penonaktifan.dipertimbangkan
Penonaktifan Dipertimbangkan
Kompas: Kamis, 31 Juli 2008 | 00:29 WIB

Hakam Naja Bantah Terlibat Aliran Dana BI

JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi IX Fraksi Bintang Reformasi Abdul Hakam Naja membantah disebut-sebut ikut menerima aliran dana Bank Indonesia (BI).

Pada rilis yang diterima okezone, Rabu (30/7/2008), Hakam menyampaikan enam poin yang berisi bantahan dirinya terseret kasus suap sebesar Rp250 juta.

"Saya tidak pernah menerima uang suap Rp250 juta terkait aliran Dana Bank Indonesia, baik yang diberikan oleh pihak Bank Indonesia sendiri maupun oleh pihak yang mengatasnamakan Bank Indonesia," ujar Hakam melalui rilis.

Hakam menambahkan, sebagai anggota DPR yang memiliki komitmen pada pemberantasan korupsi, dirinya tidak memiliki kaitan apapun dengan kasus aliaran dana BI.

Sebagai bukti, dia bersedia jika diminta memberi kesaksian dalam persidangan kasus aliran dana BI ini. Bahkan, Hakam mengaku siap mengajak masyarakat untuk mengontrol proses peradilan kasus ini.
Lebih lanjut, Hakam berharap penjelasannya ini dapat menghentikan berbagai pandangan meragukan dari banyak kalangan terhadap dirinya baik sebagai anggota DPR maupun sebagai pribadi warga negara Indonesia. (lsi)

Okezone: Rabu, 30 Juli 2008 - 14:52 wib
Lusi Catur Mahgriefie - Okezone

Paskah serahkan kasus aliran dana BI ke proses peradilan

JAKARTA: Wapres Jusuf Kalla mengisyaratkan penggantian dua menteri Kabinet Indonesia Bersatu,� Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan Menhut Malam Sambat Kaban,� hanya bisa dilakukan apabila keduanya terbukti di pengadilan menerima aliran dana Bank Indonesia (BI).

"Kalau menteri itu kemudian di pengadilan terbukti [bersalah], pada kemudian hari pasti kena hukuman juga. Undang-undangnya berbunyi seperti itu," ujar Kalla di Jakarta, kemarin, ketika ditanya wartawan terkait dugaan keterlibatan kedua menteri tersebut dalam kasus aliran dana BI Rp31,5 miliar ke DPR.�

Wapres mengatakan pemerintah akan menerima apa pun keputusan pengadilan nantinya dan tidak akan mencampuri proses hukum yang sedang berjalan. Proses hukum, ujarnya, masih membutuhkan pembuktian di pengadilan sebelum kedua menteri itu menerima konsekuensinya.

"Ini semuanya proses hukum. Karena proses hukum itu harus ada pembuktian. Biar berjalan proses hukum itu, apa pun yang terjadi di pengadilan semua pihak akan menerimanya. Pemerintah juga akan menerima dan tidak akan menghalangi penyelidikan yang dilakukan KPK," katanya.

Paskah Suzetta dalam siaran persnya mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kasus aliran dana BI kepada proses peradilan yang sedang berjalan, dan telah menyampaikan semua keterangan yang diperlukan KPK terkait dengan kasus itu.

Hal itu dikemukakannya menanggapi keterangan mantan anggota Komisi IX DPR Hamka Yandhu dalam kesaksiannya di persidangan perkara aliran dana BI di Pengadilan Khusus Tipikor pada 28 Juli lalu yang intinya mengatakan bahwa semua anggota Komisi IX Periode 1999-2004 menerima aliran dana BI. Hamka, yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka, menjadi saksi untuk perkara terdakwa I Oey Hoey Tiong (mantan Direktur Hukum BI) dan terdakwa II Rusli Simanjuntak (mantan Kepala Biro Gubernur BI).

Paskah adalah Ketua Komisi IX DPR periode tersebut. Menurut Hamka Yandhu, yang juga rekan sefraksinya di Fraksi Partai Golkar, Paskah menerima dana sekitar Rp1 miliar langsung dari tangannya.

Sebelumnya, menanggapi keterangan Hamka Yandhu, Menhut M.S. Kaban yang juga mantan anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Bulan Bintang, membantah dirinya menerima uang senilai Rp300 juta.

Beberapa nama mantan pimpinan dan anggota Komisi IX DPR periode tersebut, a.l. Emir Moeis (FPDIP) dan Abdul Hakam Naja (Fraksi Reformasi), juga membantah menerima aliran dana BI.

Tak berhenti

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan meski Hamka Yandhu dalam kesaksiannya menyebut sejumlah nama anggota DPR yang diduga ikut menerima aliran dana BI, KPK tidak bisa serta-merta menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.

Namun, dia menegaskan KPK tidak hanya akan berhenti pada lima tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya. (15) (john.andhi@bisnis.co.id/ erna.girsang@bisnis.co.id)

Bisnis Indonesia: Kamis, 31/07/2008

Abdul Hakam Naja bantah terima uang suap BI

JAKARTA (Antara): Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Reformasi Abdul Hakam Naja membantah pemberitaan yang menyebutkan dirinya telah menerima uang suap Rp250 juta dari aliran dana Bank Indonesia ketika masih menjadi anggota Komisi IX DPR.

"Saya tidak pernah menerima uang suap Rp250 juta terkait aliran dana BI, baik yang diberi BI maupun pihak yang mengatasnamakan BI," kata Hakam di Jakarta, Rabu, melalui surat elektronik.

Sebagai anggota DPR yang memiliki komitmen pada pemberantasan korupsi, maka Hakam mengaku tidak memiliki kaitan apa pun dengan kasus aliran dana BI.

Dia mendukung pengusutan kasus itu oleh KPK dengan lebih maksimal, transparan, obyektif, tanpa pandang bulu sehingga pengadilan dapat membuktikan pihak mana yang bersalah dan yang tidak.

"Saya siap memberi kesaksian dalam persidangan kasus ini jika diperlukan," katanya.

Hakam menilai perhatian masyarakat atas kasus itu sebagai wujud kepekaan dan kesadaran yang patut dihargai, guna memberikan dorongan bagi upaya penegakan hukum yang berwibawa, kuat, serta mandiri khususnya oleh KPK.

"Saya bahkan mengajak masyarakat luas untuk mengontrol proses peradilan kasus aliran dana BI agar menghasilkan keputusan yang adil," katanya.

Hakam berharap bantahan dan penjelasannya dapat menjawab tuntas adanya rasa khawatir dan menghentikan berbagai pandangan meragukan dari banyak kalangan, baik terhadap posisi dan statusnya sebagai anggota DPR Komisi IX 2003-2004 maupun sebagai pribadi yang ingin menegakkan keadilan dan hukum.

"Hanya kepada Allah SWT saya berserah diri," katanya.(er)


http://web.bisnis.com/umum/hukum/1id71153.html

Bisnis: Rabu, 30/07/2008 18:45 WIB